√ Cerita Dongeng Sulawesi Selatan

Diposting pada

Pada kesempatan kali ini pengajar.co.id akan membuat artikel mengenai Cerita Dongeng Sulawesi Selatan, yuk sama-sama kita bahas dibawah ini :


Kisah Putri Tandampalik √ Cerita Dongeng Sulawesi Selatan : Kisah Putri Tandampalik

Pada zaman dahulu kala, di sebuah daerah di Provinsi Sulawesi Selatan, berdiri lah sebuah kerajaan yang bernama Kerajaaan Luwu. Kerajaan ini telah dipimpin oleh seorang raja maupun juga datu yang bernama La Busatana Datu Maongge, atau sering disebut Raja Luwu atau Datu Luwu. Ia merupakan seorang raja yang adil, arif atau juga bijaksana,lalu sehingga rakyatnya hidup makmur maupun juga sentosa. Datu Luwu memiliki seorang putri yang cantik jelita dan berperangai baik,yakni namanya Putri Tandampalik. Berita kecantikan maupun juga perangai baiknya akan tersebar sampai ke berbagai negeri di Sulawesi Selatan.

Pada suatu hari, Raja Bone ingin menikahkan putranya dengan Putri Tandampalik. Ia pun akan mengutus beberapa pengawal istana ke Kerajaan Luwu untuk dapat melamar sang Putri.yang Sesampainya di istana Luwu, utusan tersebut akan disambut dengan ramah oleh Datu Luwu. “Ampun, Baginda! Kami merupakan suatu utusan Raja Bone,” lapor seorang utusan sambil memberi hormat kepada Datu Luwu. “Kalau boleh saya tahu, ada apa gerangan kalian sedang diutus oleh Raja kalian ke istana kami?,” tanya Datu Luwu dengan penuh wibawa. “Ampun, Baginda! Perkenankanlah kami untuk dapat menyampaikan lamaran Raja Bone untuk putranya kepada putri Baginda yang bernama Putri Tandampalik,” jawab utusan itu akan juga memberi hormat.Mendengar lamaran itu, Datu Luwu lalu terdiam sejenak. Ia juga bingung untuk dapat mengambil keputusan, menerima maupun menolaknya, sebab dalam adat Kerajaan Luwu, seorang gadis Luwu tidak akan dibenarkan menikah dengan pemuda dari negeri lain. Akan juga tetapi, jika lamaran itu ditolak, ia juga khawatir akan terjadi perang yang sangat dahsyat antara 2 kerajaan, sehingga membuat rakyat yang menderita. Setelah beberapa saat berpikir, Datu Luwu masih saja kebingungan untuk dapat memberikan jawaban. “Wahai, Utusan! Perlu kalian ketahui, bahwa di Kerajaan Luwu ini masih berlaku sebuah hukum adat, yakni seorang putri Luwuk tidak boleh menikah dengan pemuda dari negeri lainnya. Untuk itu,jadi tolong sampaikan kepada raja kalian, supaya aku diberi waktu untuk beberapa hari untuk dapat memikirkan lamarannya tersebut,” ujar Datu Luwu. Utusan Raja Bone juga dapat memahami atau juga mengerti keputusan Datu Luwu. Mereka pun kembali ke Kerajaan Bone untuk dapat menyampaikan berita tersebut kepada Raja Bone.

Pada Keesokan harinya, tiba-tiba negeri Luwu geger. Putri Tandampalik juga terserang penyakit kusta. Sekujur tubuhnya juga mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir aau juga sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan bahwa Putri Tandampalik terkena penyakit menular yang sangat berbahaya. Berita ini tentang musibah yang menimpa sang Putri sudah tersebar luas ke seluruh negeri. Rakyat negeri Luwu sangat bersedih sekali atas penyakit yang telah diderita oleh sang Putri yang mereka cintai itu. Setelah berpikir atau juga menimbang-nimbang, Datu Luwu akan memutuskan untuk dapat mengasingkan putrinya ke suatu tempat yang sangat jauh. Ia sangat khawatir penyakit putrinya akan menular ke seluruh rakyatnya. “Putriku! Demi keselamatan seluruh rakyat kerajaan ini, relakah engkau jika Ayah akan mengasingkanmu ke daerah yang lain?” tanya Raja Luwu pada putrinya. “Jika itu ialah jalan yang terbaik, Ananda akan menerima keputusan Ayah dengan senang hati,” jawab sang Putri menerima keputusan ayahnya dengan sangat tulus.

Dengan berat hati, Datu Luwu juga akan terpaksa harus berpisah dengan putri yang sangat dicintainya itu.lalu Berangkatlah sang Putri dengan perahu bersama beberapa pengawal istana. Sebelum berangkat, Datu Luwu juga akan memberikan sebuah keris pusaka kepada Putri Tandampalik sebagai tanda bahwa ia tidak akan pernah melupakan, apalagi membuang anaknya sendiri. Setelah sudah mempersiapkan segala perbekalan yang akan dibutuhkan, berangkatlah mereka ke suatu daerah yang sangat jauh dari Kerajaan Luwu. Berbulan-bulan sudah mereka berlayar tanpa arah maupun tujuan.

Pada suatu hari, tampaklah bagi mereka sebuah pulau dari kejauhan. “Lihat, Tuan Putri!” seru seorang pengawal sambil menunjuk ke arah pulau itu. “Akhirnya, kita pun menemukan sebuah pulau,” jawab sang Putri dengan perasaan lega. Para pengawal pun semakin cepat mengayuh perahunya mendekati pulau itu indah itu. “Wah, indah sekali pemandangan itu. Sepertinya pulau itu belum diinjak oleh manusia,” sahut pengawal yang lain dengan sangat kagum.

Tak lama kemudian, sampailah mereka di pulau itu. Seorang pengawal yang lebih dahulu ingin menginjakkan kakinya di pulau itu menemukan buah wajao. Pengawal itu lalu kemudian juga memetik beberapa biji buah wajao untuk sang Putri. “Pulau ini akan kuberi nama Pulau Wajo[3],” kata sang Putri saat menerima buah tersebut. Sejak saat itu, Putri Tandampalik juga beserta pengawalnya akan memulai kehidupan baru. Mereka hidup dengan penuh kesederhanaan. Meskipun dengan demikian, mereka tetap bekerja keras penuh dengan semangat ataupun juga gembira. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tak terasa satu tahun sudah mereka berada di tempat yang indah itu.

pada suatu hari, Putri Tandampalik duduk di tepi danau yang dimana terletak di tengah pulau itu. Tiba-tiba ada seekor kerbau putih yang menghampiri atau juga menjilati kulit sang Putri dengan lemah lembut. Semula, sang Putri hendak akan mengusirnya.akan Tetapi, hewan itu tampak jinak dan terus menjilatinya kakinya.lalu Akhirnya, ia diamkan saja. Sungguh ajaib sekali! Setelah berkali-kali dijilat oleh kerbau itu, kulit sang Putri yang akan mengeluarkan cairan tiba-tiba hilang tanpa bekas luka sama sekali. Kulit sang Putri kembali halus, mulus atau juga bersih seperti sediakala. Sang Putri juga terharu maupun juga bersyukur kepada Tuhan, karena penyakitnya telah sembuh sediakala. Ia lalu kemudian berpesan kepada para pengawalnya, “Mulai waktu ini, aku minta kalian untuk tidak akan menyembelih atau juga memakan kerbau putih yang ada di pulau ini, karena hewan itu telah menyembuhkan penyakitku tanpa bekas.” Permintaan sang Putri itu langsung akan dipenuhi oleh seluruh pengawalnya. Hingga kini, kerbau putih yang ada di Pulau Wajo itu juga dibiarkan hidup bebas dan berkembang biak.lalu Kemudian oleh masyarakat setempat, kerbau putih tersebut disebut sebagai sakkoli.[4]

Pada suatu hari, pulau Wajo ini kedatangan seorang serombongan pemburu. Mereka merupakan seorang Putra Mahkota Kerajaan Bone yang telah didampingi oleh Anreguru[5] Pakanranyeng, Panglima Kerajaan Bone, atau juga beberapa pengawalnya. Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota Raja Bone tidak sadar kalau ia sudah terpisah dari rombongannya dan lalu tersesat di hutan. Ia terus berteriak memanggil panglima dan para pengawalnya yang lainnya. “Panglimaaa…! Pengawaaal…! Aku ada di sini, kalian di mana…?” Berkali-kali sang Putra Mahkota terus berteriak, namun tidak ada jawaban dari pengawal. Menjelang malam, ia pun memutuskan untuk berstirahat malam di bawah sebuah pohon besar, karena telah kelelahan seharian berburu.

Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak dapat memejamkan matanya.karena Suara-suara binatang malam yang membuatnya terus terjaga atau gelisah. Di tengah gelapnya malam, tiba-tiba ia melihat seberkas cahaya dari kejauhannya. Semakin lama, pancaran cahaya itu semakin terang. Ia sangat penasaran inginmendekatinya.lalu Ia kemudian memberanikan diri untuk dapat mencari sumber cahaya itu. Dengan tertatih-tatih, Putra Mahkota akan berusaha berjalan mengikuti kaki yang melangkah menelusuri gelapnya malam. Akhirnya,ia sampailah ia di sebuah perkampungan yang ramai dengan rumah-rumah penduduk. Setelah ia memasuki suatu perkampungan itu, sumber cahaya itu semakin jelas terdapat di sebuah rumah yang tampaknya kosong. Dengan melangkah pelan demi pelan, Putra Mahkota akan mendekati dan memasuki rumah itu.lalu, Alangkah terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis yang cantik sekali bak bidadari sedang memasak air di dalam rumah itu. Gadis cantik itu tidak lain merupakan Putri Tandampalik. “Ya, Tuhan! Mimpi apakah aku. Selama hidupku, baru kali ini aku melihat gadis secantik itu tuhan,” kata Putra Mahkota dalam hati dengan perasaan sangat kagum.

Putri Tandampalik yang merasa kedatangan tamu, tiba-tiba ini menoleh. Sang Putri tergagap, “Tampan sekali pemuda ini. Tetapi, siapa dia dan dari mana asalnya? Sepertinya dia bukan penduduk perkamupangan sini,” kata sang Putri dalam hati.lalu Kemudian mereka berdua saling berkenalan. Dalam waktu singkat, keduanya sudah sangat akrab.lalu Putri Tandampalik sangatla kagum dengan kehalusan kata bahasa Putra Mahkota. Meski ia adalah seorang calon raja, ia sangat sopan dan rendah hati.lalu Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tandampalik merupakan seorang gadis yang anggun dan tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang sangat sederhana membuat Putra Mahkota kagum dan langsung menaruh hati. Namun, Putra Mahkota tidak akan bisa berlama-lama di Pulau Wajo menemani Putri Tandampalik, karena ia juga harus kembali ke negerinya untuk dapat menyelesaikan beberapa kewajibannya di Istana Bone.

Sejak perjalanan dari Pulau Wajo sampai ke Kerajaan Bone, Putra Mahkota akan selalu teringat pada wajah cantik Putri Tandampalik. Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal bersama di Pulau Wajo. Anreguru Pakanyareng yang lebih dulu tiba di negeri Bone setelah berpisah dengan Putra Mahkota di Pulau Wajo,setelah mengetahui apa yang dirasakan oleh putra rajanya itu. Ia juga sering melihat Putra Mahkota duduk termenung seorang diri di tepi telaga. Oleh karena itu, tidak ingin melihat tuannya terus bersedih, maka Anreguru Pakanyareng segera menghadap dan lalu menceritakan semua kejadian yang pernah mereka alami di Pulau Wajo. “Ampun, Baginda Raja! Hamba juga mengusulkan agar Paduka Raja segera melamar Putri Tandampalik,” usul Anreguru Pakanyareng. Setelah mendengar semua cerita dan usulan Anreguru itu, Raja Bone segera akan mengutus beberapa pengawalnya yang akan mendampingi Putra Mahkota untuk dadpat melamar Putri Tandampalik di Pulau Wajo.

Sesampainya di pulau itu, Putri Tandampalik tidak akan langsung menerima lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memberikan sebuah keris pusaka Kerajaan Luwu yang telah diberikan ayahnya ketika ia diasingkan. “Maaf, Tuan-tuan! Aku belum bisa menerima lamaran kalian. Bawalah keris ini kepada Ayahandaku. Jika Ayahandaku menerima keris ini berarti lamaran kalian akan diterima,” ujar sang Putri seraya menyerahkan keris pusaka itu. Setelah bermusyawarah dengan pengawalnya, Putra Mahkota juga memutuskan untuk berangkat sendiri ke Kerajaan Luwu. Perjalanan berhari-hari ia jalani penuh dengan sanat semangat. Setibanya di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota akan menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu.

Datu Luwu dan permasuri sangat gembira akan mendengar berita baik tersebut. Datu Luwu sangat kagum dengan perangai Putra Mahkota. Datu Luwu merasa bahwa Putra Mahkota merupakan seorang pemuda yang gigih, bertutur kata lembut, sopan dan penuh semangat. Tanpa berpikir panjang lebar lagi, Datu Luwu menerima keris pusaka itu dengan tulus. Hal ini berarti bahwa lamaran Putra Mahkota juga diterima. Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang mengunjungi Pulau Wajo untuk dapat menemui putri kesayangannya. Pertemuan Datu Luwu dengan putri tunggalnya sangat mengharukan. Datu Luwu minta maaf sambil memeluk putrinya. “Tidak, Ayahandaku! Justru Ayah harus sangat bersyukur, karena rakyat Luwu akan terhindar dari penyakit menular yang menimpa diriku,” kata Putri Tandampalik.

Beberapa hari kemudian, Putri Tandampalik akan menikah dengan Putra Mahkota Raja Bone di Pulau Wajo. Pesta pernikahan ini mereka berlansung sangat meriah. Seluruh keluarga dari dua Kerajaan Besar di Sulawesi Selatan itu sangat lah gembira dengan pernikahan tersebut. Putri Tandampalik dan Putra Mahkota hidup samgat bahagia. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Ia menjadi raja yang arif maupun bijaksana. Maka semakin bertambahlah kebahagiaan mereka.


Cerita Rakyat Sulawesi Selatan Nenek Pakande Cerita Dongeng Sulawesi Selatan

Nenek pakande adalah sebuah cerita mistik tentang seorang nenek yang kecanduan makan bayi dan bahkan anak kecil. Dia biasa jalan berkeliaran melalui desa kedesa. Sebenarnya, penampilan dari nenek ini adalah seperti wanita yang lebih tua lainnya, kulit keriput dan juga rambut, yang telah berubah.

Tetapi perbuatan jahatnya adalah dalam penculikan dan juga memakan anak kecil, yang dia lakukan hanya pada malam hari ini. Siapakah korban dari korbannya? Rupanya, korbannya bukan anak yang tidur di kamarnya atau bahkan duduk manis di depan TV. Tapi anak yang senang berada di luar dan bermain. Karena dia berpikir mudah untuk menculik mereka berjalan di luar rumah, bukan memasuki rumah.

“Nenek Pakande”, Bahasa Bugis berarti “nenek-Esser” atau “Esser”.

Diriwayatkan bahwa sampai dengan tiga anak berhasil makan malam, akhirnya kejahatan nenek Pakande tertangkap perlahan. Orang curiga mengandalkan nenek Pakande karena hilangnya insiden itu dimulai sejak nenek ini datang. Tapi bagaimana tindakan ini bisa dihentikan?

Masyarakat berpikir bahwa nenek Pakande harus memiliki ilmu supranatural tinggi dan tidak dapat dengan mudah dikalahkan. Dan sumber lain berkata: “ia diyakini hanya takut pada raja bernama Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale, pemakan besar yang merupakan orang jahat yang tidak pernah berjalan melalui desa.

Ini adalah nama La Beddu, seorang pemuda di dekatnya dikenal karena keteguhan, dan memiliki ide untuk menanggapi nenek Pakande dan menuntut bahwa ia memiliki kura, belut, salaga dan kulit kering, ember penuh busa sabun dan Nd Great Rock. Awalnya, penduduknya menganggap Beddu hanya sebagai sebuah Sumbar. Warga hakim di mana ia mungkin dapat mengalahkan seorang nenek Pakande, yang terkenal karena satu-satunya ember busa sabun dan beberapa bahan lainnya? Tapi La Beddu dapat meyakinkan masyarakat.

Warga kemudian menyiapkan bayi lucu. Bayi yang canggung tidak ditinggalkan di luar, tetapi tetap sendirian di sebuah rumah yang pintunya terbuka. Nenek pakande berhasil kecanduan. Mungkin itu karena ia bosan menemukan jalan di sekitar, tetapi tidak bisa menemukan anak atau bayi di luar rumah.

Ketika sudah siap untuk membawa bayi, itu mendadak terdengar keras dari atap rumah. “Hei, Anda tidak mengambil bayi ini. Nah, Anda dari sini atau Anda ingin! “Teriak dari La Beddu, menyamar sebagai raja Bangkung. Suaranya terdengar begitu mencolok sehingga ia memakai naluri bambu kering yang membentuk sangkakala seperti corong. Namun, nenek pakande tidak percaya. Dia percaya bahwa hanya seseorang yang berpura-pura untuk menutupi dirinya seperti raja Bangkung.

La Beddu juga menuangkan seember air sabun dari atap teras rumah. Nenek pakande terkejut dan mengira air yang bersabun itu merupakan setetes ludah dari raksasa jahat. Tapi dia masih tidak percaya bahwa itu adalah benar Raja Bangkung. Jadi La Beddu menjatuhkan Salaga, yang berbentuk seperti Bentukcomb besar, dan juga beberapa ekor penyu seperti kutu dari raksasa.

Akhirnya nenek Pakande menjadi sangat ketakutan. Dia langsung berlari menuju pintu keluar rumah panggung, tetapi menyelinap keluar, yang sengaja ditempatkan di dekat tangga. Nenek pakande segera turun dengan menggulung ke tanah. Dan kepala juga menghantam sebuah batu besar yang telah dipersiapkan.

Tetapi dia tidak siap untuk menyerah. Berdiri dengan seorang nenek yang heran, Pakande mengambil sumpah: “suatu hari saya pasti akan kembali! Dan saya akan memonitor semua anak Anda dari adiposisi dengan cahaya bulan. “Dia juga berseru dan mengancam,” saya akan memakan anak Anda, yang masih berjalan di depan rumah di malam hari! “

Dan kemudian nenek Pakande meninggalkan desa dan tidak tau akan kembali atau tidak.


Demikianlah artikel tentang √ Cerita Dongeng Sulawesi Selatan : Kisah Putri Tandampalik dari pengajar.co.id semoga bermanfaaat.

Lihat Juga:   Cara Main Game PS2 Di Android, Mudah Kok Cocok Buat Pemula!

Lihat Juga:   √Sosialisasi Politik

Lihat Juga:   OPEC

Lihat Juga:   Teks Negosiasi Adalah